Jumat, 07 Maret 2008

MEMOAR MASA DEPAN


Harusnya aku bisa lebih tenang, tapi aku ga’ menghadapi kanvas yang ingin kulukis…ada seorang cowok yang sedang duduk di hadapanku!

Fatya, itu Enda sahabat masa kecilmu! Bukankah kau merindukannya dan ingin bertemu dengannya?, batinku meyakinkan.

Aku memang terbiasa bersama Enda dari kecil, menangkap ikan di sungai bahkan berlari-lari di pematang sawah mengejar layang-layang putus.

Tapi kuingatkan batinku, aku bukan lagi gadis cilik yang berusia 8tahun, aku sekarang 12tahun lebih tua…aku telah berubah!!!

Selama bersahabat dengan Enda, tak pernah terbayangkan diriku harus duduk diantara puluhan lilin-lilin ini! Bodohnya aku, kenapa aku datang kemari??

“Fatya, malam ini indah ya?”, Enda membuka suara diantara kami.

Yap, malam ini memang indah..tapi mungkin akan lebih indah jika aku tak harus ada di sini, apalagi ditemani degup jantung yang tak terkendali! Jawabku ini hanya bisa tersekat di tenggorokan, anggukan kepala kurasa cukup mewakilinya.

“Ga’ terasa kita udah hampir 13tahun jadi sahabat,ya? Hm..apa kamu tahu Tya?”

“Tahu apa? Kamu belum ngomong apa-apa?”

“Kamu udah buat hidupku berwarna, aku beruntung banget punya kamu…”

Aku cuma tersenyum, Maksudmu pa’an sie, End? Kita emang lama kenal, tapi kamu ga’kenal aku selama 4tahun terakhir ini…dan kutegaskan, aku bukan milikmu!!!

“Aku punya sesuatu buat kamu…”, Enda memasukkan tangan ke saku jasnya. Sebuah kotak berpita di genggamannya, tampaknya itu untukku.

Aku masih diam. Kutenangkan diriku seperti yang pernah kucoba sebelumnya.

“Sejak aku kuliah di Jerman, aku ga’pernah ngasih apa-apa. Anggap aja ini ucapan terimakasihku buat kamu, semoga kamu suka.”

Hey, apa-apaan ini? Aku udah berkali-kali liat adegan ini di TV. Garing banget…masa’ calon sarjana lulusan Jerman ga’ kreatif sama sekali???

“Dalam rangka apa kamu ngasih ini, hari ini bukan hari pendidikan nasional atau hari proklamasi!hehe..”

“Hari ini akan jadi paling spesial buatku dan kamu… Fatya, kamu mau ga’jadi pacarku?”

Whattt…? Enda, kita temen dan ga’lebih dari itu! Apa kamu ga liat kostum ane malam ini, aku ga’mungkin nerima kamu!!!

Aku segera berdiri dan meninggalkan Enda. Telingaku masih menangkap derap langkahnya mengejarku. Mungkin aku lebih pantas ikut marathon, meskipun dengan gamis aku Enda tetap tak bisa mengejarku. Semoga kamu bisa baca pikiranku End, jadi aku ga’ perlu jelasin semua ini sama kamu.

Maaf, End… Aku ga’mungkin menerimamu.


Kubiarkan jilbabku basah karena airmata. Taksi yang kutumpangi mengantarku melesat kembali ke rumah, istana dari hidupku yang baru setahun terakhir ini.

Kedatanganku disambut sosok yang teduh di teras, akupun menangis di peluknya.

“Mas, ade harusnya ga’pergi malam ini…”

“Ade kenapa, cerita dong sama mas.”

Senyumnya membuatku berujar semua yang kualami.

“Maaf…ade ga’tahu kalau semua akan jadi begini…”,aku masih terisak di bahunya.

“Ga’ pa-pa, tadi mas juga kan yang udah izinkan ade pergi. Besok kita selesaikan semuanya. Kita undang Enda ke sini ya, nanti mas yang ngomong sama dia.”

Aku tak mengerti dengan lelaki ini, tampaknya 20 tahun tak cukup untuk membuatku mengerti jalan pikirannya…dan aku sayang padanya.


Kuikuti saran mas Sabil, aku sendiri yang menelpon Enda dan mengundangnya makan siang hari ini. Tubuhku terasa sebesar kurcaci ditengah kelapangan hati mas Sabil, Ah..Fatya, kenapa kau bodoh sekali?!? Manusia macam apa kau ini?

Mataku kembali meleleh, tak terasa darah mengalir dari jemariku membasahi potongan wortel di hadapanku.

Mas Sabil sedari tadi mengawasiku dari ruang tamu, segera ia membalut lukaku.

“Udahlah de, jangan terlalu dipikirin.“ kembali ia tersenyum padaku.

Aku tak sanggup berkata-kata lagi. Mas, ade sayang mas…


Jarum jam di ruang tamu menunjuk angka satu, dan mobil Enda telah parkir di halaman rumah kami sejak lima menit yang lalu. Gaya borjuis Enda disambut senyum hangat mas Sabil, mereka saling menyapa dengan gaya masing-masing. Enda memang mengikuti jejak mas Sabil kuliah di Jerman, Frieje University tepatnya. Dan sepertinya ini output yang terlalu kontras., mas Sabil yang masih tetap kalem dan alim sementara Enda sudah benar-benar terpengaruh westernisasi.

Tergambar jelas keganjilan di wajah Enda, bisa kupastikan karena kehadiran mas Sabil di sini dan…aku tersenyum penuh kemenangan.

Kusajikan teh hangat di meja kemudian aku duduk di samping mas Sabil. Sesaat kami mendengar basa-basi Enda (yang menurutku memang basi).

Bertiga kami menuju meja makan.

“Mas Sabil tinggal berdua sama Fatya?”

Pertanyaan kamu ga’ perlu lagi dijawab End, memang tak ada orang lain di rumah ini.

“Iya, Fatya kan kuliah di daerah dekat sini, kerjaanku juga ga’jauh dari sini. Jadi kami memilih tinggal di sini.”, mas Sabil mengeraskan isi hatiku rupanya.

Enda mengangguk-angguk padahal aku tahu, dia masih bingung.

“End, Fatya kemarin udah cerita semuanya. Aku harap kamu takkan mendekatinya lagi.”

“Loh..kenapa? Punya hak apa mas melarang kami. Mas kan cuma saudara jauh Fatya. Ini zaman globalisasi, hak asasi buat suka sama siapa aja”

Mas Sabil tersenyum. Aku menunggu kata-kata yang akan diucapkannya, begitupun Enda.

“Kamu benar, hak asasi setiap orang buat mencintai…tapi bukan bertarti kamu boleh asal nembak istri orang kan?

Hatiku tersenyum tiada habisnya, suamiku…aku tak pernah salah memilihmu.

Wajah Enda semerah udang rebus yang dilahapnya, makanan itu hampir membuatnya tersedak. Susah payah dikuasai dirinya.

“Mm..maksud mas? Fatya udah me..me-ni-kah???”

“Ya, kami menikah setahun yang lalu. Meskipun Fatya masih kuliah tapi kami yakin ini akan lebih menjaga hati.”

Tampaknya makan siang ini takkan berlangsung lebih lama lagi, nafsu makan Enda telah lenyap bersama kata-kata mas Sabil tadi. Diapun segera angkat kaki dari rumah kami.


Aku sangat bahagia sampai-sampai air mataku tak terbendung lagi…

“De, mau ga kamu jadi soulmate-ku…ga cuma di dunia, tapi juga akhirat loh!”

Aku tahu, mas Sabil juga cemburu mendengar ceritaku tempo hari tapi ia bisa menyimpannya rapat-rapat di suatu ruang di hatinya.

“Of course honey…”


Inilah skenario terbaik dari Robb kami, tiada henti-henti kami berucap tahmid kepadaNya seusai jamaah Dzuhur hari ini.

Ya Robb, jagalah hati-hati yang terikat hanya karenaMu ini..


DiMaSe

Cerpen ini dimuat di AKSSI Edisi Juni 2007, satu-satunya majalah sekolah yang ada di SMANESA Trenggalek. Sedikit perbaikan oleh sang editor tetap tidak mengubah inti cerita. Sedikit rasa Percaya Diri mulai tumbuh untuk membuatku menulis lagi.

Cerita ini terinspirasi dari orang-orang tersayang,

Sabila Rosyad yang udah banyak ngasih masukan, dia guru, sahabat, kakak sekaligus adik yang paling mengerti aku. Thanks buat Frieje, Indahnya PD.

Enda terinspirasi dari beberapa teman: mR. z, Adya , WegaQ, g4Ma dll.

Fatya “pengen”nya aku, tapi aku ga mau dilamar orang ketika udah punya suami nanti.

3 komentar:

Riyya Hanifah mengatakan...

Assalamualaikum..........

Ga tau nie q mesti coment apa

Yang pasti aq salut bgt,,cerpen yang indah,ga sekedar cerpen angin yang dalam sekejap bisa terbang,bahkan hilang,,,,cerita yang bener2 nyentuh hati,,,,

So,,,tetaplah semangat nulis,,,
Mudah - mudahan bisa nyaingin kang abik,,,he,,he,,,
lho,,koq malah senyum 2 sich,,,
Harusnya kan bilang,,,,Amiieenn,,,,

CHAYO?

ye2n_moshi-moshi ^_^ mengatakan...

assalamualaikum..galz so sweet,deh cerpene menyentuh banget.smg ngasih manfaat bg qt bhw cinta g cm kata2 doang but more than it key keren abiss,coba kirim cerpen ndek aksi pa,a^_^

vannaughfagg mengatakan...

Best NJ Casinos: 25+ Best Online Slots Sites in 2021
Read 인천광역 출장마사지 reviews 평택 출장샵 of the best online slots sites 목포 출장마사지 in New Jersey. We compare 하남 출장샵 the most 삼척 출장마사지 popular online slots, mobile slots and table games at the best NJ casinos