Selasa, 02 Juni 2009

OBSERVASI KEBUDAYAAN

LAPORAN OBSERVASI

TRADISI KARAWITAN

DI DESA MLINJON KECAMATAN SURUH

KABUPATEN TRENGGALEK



Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi


Dosen Pembina

Drs. H Yahya, MA

NIP. 150 246 404


M Miftahusyaian


Disusun oleh

Diawinasis Mawi Sesanti

NIM. 08410095








UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

FAKULTAS PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

MEI 2009



KATA PENGANTAR



Segala puji kami haturkan kepada Allah SWT dengan pujian yang tiada berbatas atas segenap rahmat dan petunjukNya sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan kepada jalan kebenaran di bawah naungan Dinul Islam..

Laporan ini dsususun berdasarkan observasi yang telah kami lakukan di lapangan dengan mengambil tema Tradisi Karawitan di Desa Mlinjon Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek. Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah antropologi. Dengan disusunnya makalah ini, kami berharap adanya perhatian lebih terhadap kebudayaan yang hidup di sekeliling kita.

Tugas ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dari dosen pembimbing mata kuliah antropologi serta pihak-pihak yang membantu proses di dalamnya. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:

  1. Drs. H Yahya, MA dan M Miftahusyaian selaku team teaching mata kuliah antropologi fakultas psikologi.

  2. Kelompok karawitan Lestari Budaya serta masyarakat Dusun Miri Desa Mlinjon

  3. Segenap jajaran SDN 3 Mlinjon beserta komite sekolah

  4. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oeh karena itu kami memohon maaf atas kekurangan tersebut. Selanjutnya kami mengharap kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki tulisan ini.


Malang, Mei 2009



Penyusun





BAB I

PENDAHULUAN


  1. LATAR BELAKANG

Kehidupan manusia telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan cara yang berbeda-beda. Masing-masing memiliki pola hidup yang khas sesuai dengan pola pikir, waktu dan tempat mereka hidup. Hal inilah yang menjadi ciri khas antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain atau disebut juga identitas suatu kelompok masyarakat dan selanjutnya hal ini disebut sebagai sebuah kebudayaan. Kebudayaan dapat dipandang sebagai suatu kesenian namun di sisi yang lain, masyarakat mencari makna dari kebudayaan dan hubungannya dengan berbagai kehidupan manusia.

Banyak kebudayaan yang telah berkembang di Indonesia akan tetapi kebudayaan-kebudayaan ini seolah tidak lagi mendapat perhatian dari bangsa Indonesia sendiri. Masing-masing daerah, dari Sabang sampai Merauke sebenarnya telah memiliki ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lain. Salah satu budaya yang masih dapat kita temui pada masyarakat Jawa adalah tradisi karawitan. Tradisi ini dalah salah satu budaya yang masih bisa bertahan di tengah pengaruh globalisasi dewasa ini. Namun demikian, eksistensi karawitan sekarang ini tidak seperti ketika zaman dahulu, hanya sebagian kecil dari masyarakat Jawa yang mau dan mampu menjaga kelestarian budaya ini. Tradisi ini mudah saja ditemukan di keraton-keraton Jawa seperti di Jogjakarata atau Surakarta, akan tetapi bagaimana dengan daerah-daerah lain di Jawa?

Selanjutnya, observasi ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh mengenai keberadaan tradisi karawitan ini terutama di daerah Jawa Timur, khususnya di Desa Mlinjon Kecamata Suruh Kabupaten Trenggalek. Dengan penelitian ini, kami ingin menunjukkan keberadaan budaya yang mulai dilupakan oleh masyarakat Jawa sekaligus memberikan dorongan untuk mengembangkan kebudayaan yang konon menjadi salah satu sarana dakwah Islam yang dilakukan Wali sanga pada awal penyebaran Islam.


  1. RUMUSAN MASALAH

  1. Bagaimana proses terjadinya tradisi karawitan di Desa Mlonjon Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek ?

  2. Apakah Faktor-faktor yang mendorong berkembangnya tradisi karawitan di Desa Mlonjon Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek?

  3. Apakah makna dari tradisi karawitan bagi masyarakat setempat?


    1. TUJUAN

  1. Untuk mengetahui proses terjadinya tradisi karawitan di Desa Mlonjon Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek

  2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong berkembangnya tradisi karawitan di Desa Mlonjon Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek

  3. Untuk mengetahui makna dari tradisi karawitan bagi masyarakat setempat






















BAB II

KAJIAN PUSTAKA


  1. PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Manusia memiliki kemampuan akal budi untuk mengembangkan berbagai macam sistem tindakan untk keperluan hidupnya. Sistem tindakan ini diperoleh melalui suatu proses belajar bukan melalui pewarisan sifat. Selanjutnya sitem tindakan ini dipelajari lebih lanjut dalam konsep kebudayaan.

Kebudayaan itu sendiri merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. (Koentjaraningrat:179). Dari pengertian tersebut, kita dapat mengambil pengertian bahwa suatu tindakan dapat disebut sebagai kebudayaan jika diperoleh dari proses belajar dan berasal dari konsep-konsep berupa gagasan.

Kebudayaan tersebut bersifat dinamis dan dapat terus berubah sesuai dengan kondisi masyarakat serta lingkungan tempat budaya tersebut hidup dan berkembang. Dengan modal akal manusia, konsep-konsep tentang budaya akan terakumulasi dan terus berkembang untuk kepentingan manusia itu sendiri.


  1. WUJUD KEBUDAYAAN

J.J. Honigmann dalam The World of Man menyebutkan tiga gejala kebudayaan yaitu (1) ideas (2) activition (3) artifacts. Hal ini selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:

  1. Kebudayaan merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma, peraturan-peraturan, dsb. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujd dari kebudayaan ini kadang dapat kita temukan dalam bentuk karangan atau tulisan. Gagasan yang telah ada saling berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem budaya (cultural system). Nama lain untuk wujud kebudayaan ini adalah adat atau adat istiadat (jamak).

  2. Wujud kebudayaan ini disebut juga dengan sistem sosial (social system) yaitu pola-pola tindakan manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul, dsb. Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan di sekitar kita dan bersifat konkret sehingga dapat diobservasi, difoto, serta didokumentasikan.

  3. Wujud yang terakhir dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya seluruh manusia. Bersifat paling konkrit daripada dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat didokumentasikan.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut saling berkaitan satu sama lain. Kebudayaan ideal atau adat isiadat memberikan arahan kepada tindakan dan karya manusia (pikiran, ide dan tindakan) sehingga turut mempengaruhi kebudayaan fisik yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang menjauhkan menusia dari lingkungan ilmiahnya sehingga mempengaruhi pola pikir dan pola perbuatannya.


  1. ADAT ISTIADAT

    1. Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi

Merupakan tingkat tertinggi dan paling abstrak dalam adat istiadat. Bersifat umum dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, biasanya sulit diterangkan secara nyata atau rasional. Bersifat mengakar pada diri tiap anggota masyarakat sehingga sulit diubah dalam waktu cepat. Sejumlah nilai budayaberkaitan dan membentuk sitem kemudian dijadikan pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan.

Kluckhohn dan F. Kluckhohn menyatakan bahwa tiap nilai budaya dalam tiap kebudayaan meliputi lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Masalah tersebut antara lain:

      1. Masalah tentang hakekat dari hidup manusia (MH)

      2. Masalah tentang hakekat dari karya manusia (MK)

      3. Masalah tentang hakekat dari kedudukan menusia dalam ruang waktu (MW)

      4. Masalah tentang hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitar (MA)

      5. Masalah tentang hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM)

Tabel 1: Kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai-budaya manusia

Masalah dasar dalam hidup

Orientasi nilai-budaya

Hakekat hidup (MH)

hidup itu buruk

hidup itu baik

hidup itu buruk dan manusia wajib berihtiar supaya hidup lebih baik

Hakekat karya (MK)

karya untuk nafkah hidup

karya untuk kedudukan, kehormatan, dsb

karya untuk menambah karya

Persepsi manusia tentang waktu (MW)

orientasi masa kini

orientasi masa lalu

orientasi masa depan

Pandangan manusia terhadap alam (MA)

manusia tunduk kepada alam yang dahsyat

manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam

manusia berhasrat untuk menguasai alam

Hakekat hubungan antara manusia dengan sesamanya (MM)

orientasi horizontal, rasa ketergantungan terhadap sesama

orientasi vertikal, rasa ketergantungan terhadap tokoh-tokoh atasan dan berpangkat

individualisme, menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri


Suatu sistem budaya berupa pandangan hidup (world view), biasanya mengandung sebagian dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu atau golongn-golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, sistem nilai merupakan pedoman mayoritas masyarakat sedangkan pandangan hidup dianut oleh golongan-golongan atau lebih sempit lagi yaitu individu-individu khusus dalam masyarakat.

Konsep ideologi adalah suatu sisitem pedoman hidup atau cita-cita yang ingin dicapai oleh banyak individu dalam masyarakat. Bersifat lebih khusus daripada sistem nilai budaya dan disusun secara sadar oleh tokoh-tokoh pemikir dan berusaha untuk disebarluaskan.


    1. Adat istiadat, norma, dan hukum

Norma adalah aturan untuk bertindak dan bersifat khusus, disusun secara terperinci, jelas, tegas, dan tidak meragukan. Norma ini dapat digolongkan menurut pranata-pranata sehingga dan norma-norma ilmiah, pendidikan, politik, peradilan, ekonomi, estetik, keagamaan, dsb. Seperti halnya dalam pranata, individu-individu memiliki kedudukan tertentu dan memiliki peranan terhadap tindakan-tindakan masyarakat dalam interaksi sosial.

Norma-norma yang ada dalam pranata maupun sub-pranata saling berkaitan dan menjadi suatu sistem yang terintegrasi. Sistem ini berdekatan dengan pranata lain yang lebih luas dan disebut unsur-unsur kebudayaan universal. Sistem norma seperti ini biasanya difahami oleh ndividu-individu tertentu saja yang disebut ahli adat. Semakin kompleks suatu pranata, ahli adat yang dibutuhkan untuk menjelaskan sitem norma kepada masyarkat semakin banyak.

Tingkat mengikat suatu norma terhadap kehidupan manusia berbeda-beda dan yang paling berat disebut dengan hukum. Hukum bersifat mantap, kontinu, dan bersifat memaksa. Ada sebagian ahli yang mengkhususkan hukum hanya ada pada masyarakat yang bernegara, sedangkan ahli yang lain menyebutkan bahwa hukum juga ada pada masyarakat yang tidak bernegara. Pendapat yang kedua ini lebih dikenal sebagai hukum adat.


  1. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN

Secara universal, menurut C. Kluckhohn terdapat tujuh unsur pokok kebudayaan, antara lain:

        1. Bahasa

        2. Sistem pengetahuan

        3. Organisasi sosial

        4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

        5. Sistem mata pencaharian hidup

        6. Sistem religi

        7. Kesenian

Tujuh unsur pokok ini dapat berupa sistem budaya, sistem sosial maupun kebudayaan fisik. Sistem budaya dapat berupa kompleks budaya yang disederhanakan dalam tema budaya dan tertuang dalam gagasan-gagasan. Sistem sosial ini berupa kompleks sosial yang ada dalam pola sosial dan dapat diamati langsung dalam tindakan. Tentang kebudayaan fisik tidak perlu diperinci karena telah jelas.

Contoh konkritnya adalah salah satu unsur kebudayaan universal berupa kesenian, maka akan ada adat-istiadat, aktivitas sosial dan peralatan fisik berupa seni suara, seni rupa, seni gerak, seni sastra, seni drama, dsb.


  1. INTEGRASI KEBUDAYAAN

Integrasi kebudayaan adalah suatu metode holistik untuk menggambarkan suatu kehidupan sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi. Tiga wujud dari kebudayaan dan tujuh unsur kebudayaan digabungkan dalam satu bagan lingkaran.

Gagasan kolektif berasal dari masing-masing indvidu, disebut juga dengan representation collective, biasanya berkaitan dengan gagasan lain yang merupakan satu kompleks gagasan. Suatu kompleks pikiran kolektif yang sudah terbentuk dan mantap maka seluruh kompleks tersebut berada di luar individu. Hal ini karena seluruh pikiran kolektif dan gagasan tersebut tersimpan dalam bahasa sehingga walaupun individu yang mengembangkan pikiran tersebut telah meninggal tetapi gagasannya masih tetap digunakan dengan cara diwariskan kepada generasi setelahnya.

Fungsi unsur kebudayaan menurut Malinowski adalah memuaskan suatu rangkaian hasrat naluri akan kebutuhan hidup dari makluk manusia (basic human needs). Misalnya unsur kesenian mempunyai fungsi untuk memuaskan hasrat neluri manusia akan keindahan. Hasrat naluri yang dipenuhi ini tidak hanya satu macam tetapi kombinasi dengan hasrat yang lain.

Fokus kebudayaan adalah pusat atau pangkal dari suatu kebudayaan. Hal inilah yang mendominasi aktivitas atau pranata lain dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya kesenian pada kehidupan masyarakat Bali. Hal ini disebut juga cultural interest atau social interest.

Etos kebudayaan adalah watak khas yang dimiliki suatu masyarakat, baik berupa tingkah laku, kegemaran, budaya hasil karya, dsb. Misalnya pada masyarakat Jawa yang memancarkan keselarasan, kesuraman, ketenangan berlebihan, kelambanan serta tingkah laku yang mendetai ke dalam (njlimet). Selain itu, bahsa yang digunakan terpecah dalam tingkat-tingkat tertentu yang mendetail. Selain itu juga kegemaran masyarakat Jawa pada warna-warna gelap dan tua, seni suara gamelan yang tidak keras, kerajinan tangan yang mendetail, dsb. Sedangkan kepribadian umum (basic personality) yaitu watak yang ada pada sebagian besar dari individu yang hidup dalam kebudayaan yang bersangkutan.


  1. KEBUDAYAAN DAN KERANGKA TEORI TINDAKAN

Pandangan menyeluruh tentang konsep-konsep kebudayaan yang telah diuraikan sebelumnya dimantapkan oleh sejumlah ahli ilmu sosial sehingga terbentuk kerangka teori tindakan. Mereka menganggap bahwa kebudayaan adalah tindakan manusia yang berpola. Adapun empat komponen dalam menganalisa kebudayaan antara lain:

        1. Sistem budaya (culturan system)

Komponen ini bersifat paling abstrak, terdiri atas pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema berpikir, keyakina,dsb. Disebut sebagai adat-istiadat dan berfungsi untuk menata serta memantapkan tindakan-tindakn serta tingkah laku manusia.

        1. Sistem sosial (social system)

Berupa aktivitas atau tinadakan serta tingkah laku manusia dalam berinteraksi antar individu. Komponen ini bersifat lebih konkrit daripada sistem budaya.

        1. Sistem kepribadian (personality system)

Kepribadian individu dipengaruhi oleh nilai-nili dan norma dalam sistem budaya. Berfungsi untuk memberikan motivasi dari tindakan sosial.

        1. Sistem organisama (organic system)

Sebagai pelengkap sistem sebelumnya, mengikut sertakan proses biologis dan biokimia manusia sebagai makluk alamiah.











BAB III

LAPORAN OBSERVASI



  1. KEHIDUPAN MASYARAKAT

Observasi ini dilakukan di Desa Mlinjon Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek tepatnya di Dusun Miri. Secara geografis, dusun ini terletak di daerah pegunungan selatan jawa. Daerah ini belum dijangkau oleh kendaraan umum sehingga untuk meuju daerah ini, kami menggunakan sepeda motor terlebih dengan pertimbangan kondisi jalan yang belum semua diaspal yaitu berupa makadam.

Sebagian besar masyarakat yang kami temui adalah keturunan asli Jawa sehingga bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Jawa yang masih mengikuti tatanan bahsa Jawa, yaitu bahasa ngoko untuk percakapan dengan sebayanya, bahasa krama yang memliki tingkatan di atasnya yaitu ketika berbicara lebih sopan dengan sesamanya atau masih satu tingkatan dan yang lebih tinggi adalah bahasa krama inggil yaitu bahsa yang digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang dihormati. Kami harus menyesuaikan diri dengan keadaan ini karena kaidah ini jarang kami gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Mata pencaharian masyarakat pada umumnya dalah pertanian, baik itu berupa sawah, ladang maupun tegal. Ada pula masyarakat yang menjadi tukang kayu atau beternak sebagai pekerjaan sambilan sambil menunggu masa panen. Selebihnya adalah pegawai negeri serta memilih merantau ke luar kota bahkan luar negeri negeri.

Masyarakat di dusun ini masih memegang teguh adat-istiadat Jawa. Nilai-nilai adat mengakar kuat dalam diri masyarakat yang diperkuat dengan keberadaan tokoh-tokoh masyarakat yang lebih paham masalah adat. Maskipun hanya sedikit orang yang memahami adat secara terperinci (umumnya generasi tua), akan tetapi aturan ini masih terjaga dengan baik berkat adanya tokoh-tokoh adat.





  1. KEBUDAYAAN YANG BERKEMBANG

Secara lebih spesifik, kami melakukan penelitian terhadap kebudayaan yang berkembang yaitu salah satu kesenian yang berkembang berupa seni karawitan. Seni ini terdiri dari tiga unsur seni yaitu seni vokal, seni instrumental dan seni satra. Seni vokal adalah seni yang berupa suara. Pada tradisi karawitan ini, seni vokal berupa suara dari penyanyi atau sinden yang menyanyikan gending-gending jawa. Seni instrumental adalah seni yang berupa instrumen-instrumen gamelan yang digunakan dalam karawitan, antara lain kenong, slenthem, kendang, dsb. Seni sastra berwujud lirik dari tembang yang ditembangkan oleh sinden. Seni sastra ini sering disebut guru lagu dan guru wilangan yaitu padu padan padha, gatra, dsb.

Seni karawitan adalah seni yang mampu menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat Jawa. Melalui tembang dan gending yang selaras dan padu, kita akan memahami bahwa seperti itulah kehidupan orang Jawa pada umumnya, tenang dan penuh kehati-hatian.


  1. PROSES TERJADINYA KEBUDAYAAN

Sampai saat ini, secara umum keberadaan tradisi ini dianggap sebagai hiburan. Keberadaannya haya kita temui pada acara-acara tertentu yang membutuhkan karawitan sebagai pelengkap hiburan, misalnya pada acara pernikahan, acara-acar resmi untuk peresmian, pertunjukan seni, dsb.

Penelitian yang lebih intensif kami lakukan pada 19 April 2009. Pada hari tersebut, kelompok karawitan akan mengadakan pertunjukan pada acara perpisahan kelas enam yang akan diadakan pada bulan Juni seusai pengumuman kelulusan siswa-siswi SDN 3 Mlinjon. Penampilan Lestari Budaya akan dipadukan dengan siwa-siswi yang telah mengikuti pelatihan dalam seni karawitan khususnya dalam seni suara atau tembang.

Menurut rencana, latihan karawitan pada hari tersebut akan dimulai pada pukul 08.00 tepat, akan tetapi berhubung terbatasnya sarana transportasi dan komunikasi, para penabuh gamelan datang terlambat sehingga latihan ditunda sampai pukul 09.00 WIB. Jarak yang ditempuh untuk menuju tempat latihan (di SDN 3 Mlinjon) cukup jauh dari tempat tinggal para anggota kelompok seni Lestari Budaya, sedangkan para penabuh gamelan harus berjalan kaki. Belum lagi kesibukan mereka sehari-hari dalam mata pencaharian mereka. Justru karena mereka bukan pegawai negeri atau kantor yang menyebabkan mereka tidak memiliki hari libur, masyarakat masih menyempatkan diri menengok tanaman pertanian mereka.

Sambil menunggu kedatanganan para penabuh gamelan, kami mengajukan pertanyaan mengenai keadaan budaya karawitan di daerah tersebut. Salah satu penabuh kendang, sekaligus tokoh yang lebih ahli mengenai karawitan, menyebutkan bahwa keberadaan kelompok seni Lestari Budaya adalah swadaya dari komite SDN 3 Mlinjon. Kelompok seni ini berusaha mempertahankan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh leluhur sekaligus mengajarkan kepada generasi penerus yaitu siswa-siswi SDN 3 Mlinjon yang memiliki bakat dan minat di bidang seni karawitan.

Selanjutnya kami menanyakan tentang susunan alat yang digunakan dalam seni karawitan. Beliau menjelaskan satu persatu bahkan bersedia mengulangi nama masing-masing alat yang masih cukup asing bagi kami. Adapun alat-alat yang digunakan antara lain:

  1. Bonang babon

  2. Bonang panerus

  3. Demung

  4. Gender

  5. Slenthem

  6. Saron

  7. Peking

  8. Kenong

  9. Gong

  10. Kendang

  11. Rebab

  12. Sitter

  13. Suling

  14. Pelog





Gambar 1: Seperangkat gamelan yang digunakan untuk karawitan



Gambar 2: Bonang



Gambar 3: Kempul



Gambar 4: Gong

Gambar 5:Kenong



Gambar 6: Slenthem

Gambar 7: Saron



Gambar 8: Demung



Gambar : Gender



Gambar 10: Kendang



Gambar 11: Suling

Gambar 12: Rebab

Masing-masing alat tersebut dipegang oleh satu penabuh sesuai keahlian yang dimiliki. Keseluruhan penabuh adalah laki-laki yang telah berumur, kami kurang tahu mengapa tidak ada perempuan dalam susunan penabuh. Cara memainkannya pun juga disesuikan dengan aturan yang berlaku dalam seni karawitan.

Penyususn seni karawitan selanjutnya adalah tembang yang dinyanyikan. Ternyata tidak sembarang tembang yang digunakan, terdapat tata urutan tembang yaitu:

  • Wilujeng

  • Puji Rahayu

  • Kunthi

  • Subakastawa

  • Sinom

  • Pangkur

  • Kutut manggung

  • Rujak jeruk

  • Ayak pamungkas

Salah satu tembang yang sempat sedikit kami pelajari adalah tembang Mijil yang dinyanyikan oleh salah seorang siswa SDN 3 Mlinjon.


Pama kaki padha dipun eling 10 i

Ing pitutur engong 6 o

Sira uga satria arane 10 e

Kudu anteng jatmika ing budi 10 i

Ruruh sarto wasis 6 i

Samubarangipun 6 u


  1. FAKTOR YANG MENDORONG KEBUDAYAAN

Menurut masyarakat setempat, kelompok seni Lestari Budaya dibentuk untuk melestarikan tradis karawitan yang telah ada sejak dulu. Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam kelompok ini memilki swadaya untuk mempertahankan potensi yang daerah berupa kesenian tersebut. Dengan kesenian, manusia akan lebih mengerti tentang budi pekerti, dan sebaliknya budi pekerti yang dimiliki menjadi modal untuk membentuk suatu kesenian.

Kondisi lingkungan masyarakta yang jauh dari sarana hiburan turut mempengaruhi pandangan masyarkat terhadap seni karawitan. Masyarakat menganggap keberadaan seni ini sebagai sebuah hiburan tersendiri yang dapat menentramkan hati karena sesuai dengan kepribadian masyarakat Jawa pada umumnya yaitu ketenangan dan keluwesan seni gending dan suara.

Masyarakat setempat juga memiliki kebanggan tersendiri dengan keberadaan tradisi ini. Pengaruh globalisasi yang terus menyerang budaya-budaya lokal tidak mampu mengikis nilai-nilai yang ada dalam tradisi ini. Hal inilah yang menjadi sebuah ciri khas daerah ini dibandingkan dengan daerah lain. Faktor lain yang mendorong eksistensi tradisi ini adalah adanya dukungan baik moril maupun materil dari pihak SDN 3 Mlinjon yang bekerjasama dengan pihak komite sekolah.


  1. PANDANGAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP BUDAYA KARAWITAN

Beberapa warga setempat telah kami minta pendapat mereka mengenai keberadaan tradisi ini. Salah satunya adalah Kepala SDN 3 Mlinjon, beliau mengungkapkan dukungannya terhadap tradisi karawitan yang ada di desa Mlinjon khusunya Dusun Miri. Selain sebagai hiburan bagi masyarakat setempat, tradisi ini juga dijadikan sebagai mata pelajaran ekstra kurikuler yang diajarkan di sekolah ini. Siswa-siswi yang masih duduk di bangku sekolah dasar akan lebih mengingat nilai yang diajarkan melalui trasis karawitan sejak mereka masih anak-anak. Nilai ini akan tetap mengakar pada diri masyarakat dan diwariskan secar turun temrun melalui proses belajar di lemabaga pendidikan formal. Beliau juga menyebutkan bahwa dengan seni, seseorang akan lebih berbudi pekerti yang baik, emosi-emosi yang negatif akan tersalurkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan kesenian. “Energi digunakan untuk memukul gamelan (alat-alat karawitan)”, tutur beliau.

Lain lagi dengan pendapat dari sesepuh karawitan Lestari Budaya. “Tradisi ini telah ada sebagai warisan leluhur, tanggung jawab kita lah untuk melanjutkannya”, kurang lebih begitu ungkap beliau denagn bahasa krama inggil yang sangat lancar. Belaiu bersyukur karena dengan adanya dsarana dan prasarana yang ada ini sanagt membantu pelestarian tradisi ini. Beliau juga berterimakasih kepada pihak sekolah dan komite yang telah bekerjasama dalam pengembangan tradisi ini.

Selanjutnya warga sekitar mengungkapakan pendapatnya tentang tradisi ini, seorang ibu yang kebetulan turut menyaksikan latihan karawitan pada hari tersebut. Sambil mengasuh cucunya, beliau dengan ramah mengungkapkan dukungannya terhadap keberadaan tradisi ini. Kami pun menanyai seorang siswi yang ikut dalam latihan karawitan tersebut, dia ikut dalam kelompok siswa-siswi yang berlatih nembang pada hari tersebut. Gadis kecil yang duduk di kelas IV tersebut dengan malu-malu mengatakan bahwa karawitan diajarkan sebagaikegiatan ektrakurikuler di sekolahnya, dia menikmati belajar karawitan khususnya tembang Jawa.






























BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN


Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan, kami mencoba melakukan perbandingan-perbandingan antara kajian pustaka dan fakta-fakta budaya yang terjadi di lapangan. Pelpagai teori yang telah dipelajari memberika p[etunjuk bagi kami untuk melakukan observasi ini.

Tradisi karawitan adalah sebuah seni musik etnik yang berkembang di masyarakat Jawa. Tradisi ini menggunakan alat-alat berupa gamelan dan di dalamnya terdapat tembang yang dinyanyikan sebenarnya telah lama ada dalam kehidupan masyarakat Jawa. Belum ada ahli yang menerangkan secara jelas mengenai asal usul kebudayaan ini, akan tetapi disebutkan bahwa pada dinding candi Borobudur terdapat relief yang menggambarkan tradisi ini. Dengan adanya relief tersebut, paling tidak kita dapat mengetahui bahwa tradisi karawitan telah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Budha di Jawa. Seiring dengan perkembangan penyebaran Islam di pulau Jawa, kebudayaan karawitan menjadi salah satu sarana untuk menyebarkan Islam yang dilakukan oleh wali sanga.

Berdasarkan sumber yang kami dapat, karawitan Jawa dipelajari secara formal di Jurusan Karawitan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), Surakarta. Salah satu studi keilmuan yang dipelajari adalah etnomusikologi yaitu kajian musik etnis dalam konteks budaya. Keeksotikan musik etnik Indonesia khususnya karawitan mengundang perhatian peneliti asing untuk mengetahui lebih dekat tentang musik-musik etnik di Indonesia. Pada pertengahan abad ke-20 ahli-ahli dari Belanda, Amerika Serikat, Jerman, dll memilih karawitan sebagai salah satu objek penelitian mereka.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dalam tradisi karawitan ini, kta akan menemukan gagasan–gagasan yang tertuang dalam lirik tembang, tindakan berupa proses tradisi ini (permainan gamelan dan seni suara), dan keseluruhan proses tersebut adalah hasil karya manusia yang diperoleh dari proses kebiasaan atau belajar. Dari pengertian tersebut, kita dapat menggolongkan tradisi karawitan ini ke dalam salah satu bentuk budaya sehingga kita dapat menerapkan teori-teori budaya dalam melakukan observasi tentang tradisi karawitan.

Menurut JJ Honnigman, terdapat tiga wujud dari kebudayaan yaitu ideas, activition, dan artifacts. Ketiga wujud ini dapat kita temukan pada tradisi karawitan, yaitu sebagai berikut:

  1. Kebudayaan merupakan suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-noma, peraturan-peraturan, dsb. Hal ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan, akan tetapi bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujud dari kebudayaan ini kita temukan dalam karawitan berupa karangan atau tulisan. Karangan ini ada dalam lirik tembang-tembang dan berisi pesan moral, misalnya pada tembang mijil yang telahdikutip pada bab sebelumnya.

Pama kaki padha dipun eling 10 i

Ing pitutur engong 6 o

Sira uga satria arane 10 e

Kudu anteng jatmika ing budi 10 i

Ruruh sarto wasis 6 i

Samubarangipun 6 u

Isi dari tembang tersebut kurang lebih berupa pesan moral yang mengingatkan kita semua bahwa kita adalah ksatria (simbol watak manusia yang baik) sehingga kita seharusnya mengembangkan sikap tenang dalam bertingkah laku, tawadhu’ dan memiliki kepandaian dalam segala bidang. Pesan-pesan semacam ini selalu ada di setiap tembang yang dinyanyikan dalam tradisi karawitan.

Selain itu, terdapat pola aturan dalam tembang tersebut berupa guru gatra, guru lagu, serta guru wilangan. Guru gatra adalah jumlah baris pada tiap bait (padha), guru wilangan adalah jumlah suku kata tiap baris dan guru lagu adalah huruf vokal pada akhir dari tiap baris. Apabila susunan ini diubah, maka jenis tembang bukan lagi Mijil tetapi berubah menjadi tembang lain.

  1. Wujud kebudayaan yang kedua yaitu activition disebut juga dengan sistem sosial (social system) yaitu pola-pola tindakan manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul, dsb. Rangkaian aktivitas ini dapat kita temukan dalam tradisi karawitan berupa tata cara penabuh gamelan maupun seni suara dari penyanyi (sinden). Permainan gamelan pada karawitan tidak bisa sembarangan, pola-pola tertentu dalam memainkan gamelan dibuat oleh para pendahulu tradisi ini, antara lain:

  • Wilujeng; yang berarti keselamatan, tradisi karawitan diawali dengan permohonan keselamatan kepada Tuhan YME.

  • Puji Rahayu; kurang lebih memiliki makna yang hampir sama dengan wilujeng.

  • Kunthi; salah satu tembang macapat

  • Subakastawa

  • Sinom; salah satu tembang macapat

  • Pangkur; salah satu tembang macapat

  • Kutut manggung

  • Rujak jeruk

  • Ayak pamungkas; penutup dari rangkaian musik karawitan

Pembuka dan penutup karawitan tidak dapat diubah, akan tetapi susunan gending yang ada di dalamnya dapat disesuaikan. Misalnya gending srebek malaran, palaran mijil, suba kastawa, peksi manyura, sampak sanga, dsb.

  1. Wujud yang terakhir dari kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan fisik merupakan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya seluruh manusia. Bersifat paling konkrit daripada dua wujud kebudayaan sebelumnya dan dapat didokumentasikan. Kebudayaan fisik pada karawitan adalah alat-alat gamelan yang digunakan, yaitu:

  1. Bonang babon

  2. Bonang panerus

  3. Demung

  4. Gender

  5. Slenthem

  6. Saron

  7. Peking

  8. Kenong

  9. Gong

  10. Kendang

  11. Rebab

  12. Sitter

  13. Suling

  14. Pelog

Selanjutnya mengenai lima masalah-masalah dasar dalam hidup yang mementukan orientasi nilai-budaya manusia (C. Kluckhohn), menurut kami, masyarakat Jawa pada umumnya memilki pandangan sebagai berikut:

      1. Masalah tentang hakekat dari hidup manusia (MH) :hidup itu baik

      2. Masalah tentang hakekat dari karya manusia (MK) : karya untuk kedudukan, kehormatan, dsb

      3. Masalah tentang hakekat dari kedudukan menusia dalam ruang waktu (MW) : orientasi masa lalu

      4. Masalah tentang hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitar (MA) : manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam

      5. Masalah tentang hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM) : orientasi vertikal, rasa ketergantungan terhadap tokoh-tokoh atasan dan berpangkat

Secara universal, menurut C. Kluckhohn terdapat tujuh unsur pokok kebudayaan, antara lain:

        1. Bahasa

        2. Sistem pengetahuan

        3. Organisasi sosial

        4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

        5. Sistem mata pencaharian hidup

        6. Sistem religi

        7. Kesenian

Tujuh unsur pokok ini dapat berupa sistem budaya, sistem sosial maupun kebudayaan fisik. Sistem budaya dapat berupa kompleks budaya yang disederhanakan dalam tema budaya dan tertuang dalam gagasan-gagasan. Kesenian merupakan salah satu unsur pokok kebudayaan yang di dalamnya terdapat adat-istiadat (nilai ideal), aktivitas budaya dan juga peralatan fisik.

Gagasan yang tertuang dalam tradisi karawitan diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya melalui proses belajar. Kesenian karawitan ini memikiki fungsi umum berupa pemenuhan kebutuhan manusia akan keindahan yaitu keindahan seni suara, seni bahasa dan sastra. Hal ini sesuai dengan watak khas masyarakat Jawa yaitu keselarasan, kesuraman, ketenangan, serta tidak menyukai suara-suara yang terlalu keras.

Kebudayaan karawitan yang ada di Dusun Miri, Desa Mlinjon telah ada sejak dulu dan diawriskan secara turun temurun. Kelompok seni Lestari Budaya dibentuk untuk melestarikan tradisi karawitan tersebut. Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam kelompok ini memilki swadaya untuk mempertahankan potensi yang daerah berupa kesenian tersebut. Dengan kesenian, manusia akan lebih mengerti tentang budi pekerti dan sebaliknya budi pekerti yang dimiliki menjadi modal untuk membentuk suatu kesenian.

Kondisi lingkungan masyarakat yang jauh dari sarana hiburan turut mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap seni karawitan. Masyarakat menganggap keberadaan seni ini sebagai sebuah hiburan tersendiri yang dapat menenteramkan hati karena sesuai dengan kepribadian masyarakat Jawa pada umumnya yaitu ketenangan dan keluwesan seni gending dan suara.

Masyarakat setempat juga memiliki kebanggan tersendiri dengan keberadaan tradisi ini. Pengaruh globalisasi yang terus menyerang budaya-budaya lokal tidak mampu mengikis nilai-nilai yang ada dalam tradisi ini. Hal inilah yang menjadi sebuah ciri khas daerah ini dibandingkan dengan daerah lain. Faktor lain yang mendorong eksistensi tradisi ini adalah adanya dukungan baik moril maupun materil dari pihak SDN 3 Mlinjon yang bekerjasama dengan pihak komite sekolah

Berbagai pandangan masyarakat terhadap tradisi karawitan tentunya dipengaruhi oleh latar belakang mereka dalam menilai tradisi ini. Seorang guru menilai seni karawitan dari sisi pendidikan. Sedangkan sesepuh karawitan menangkap makan ayang terkandung dalam karawitan, pengalamannya dalam tradisi ini memberikan pengetahuan yang lebih mendalam. Beliau menganggap karawitan sebagai sebuah amanah dari leluhur yang harus dilestarikan dan diamalkan dalam kehidupan.

Berbeda halnya dengan masyarakat sekitar yang awam akan tradisi ini, mereka hanya menilai karawitan sebagai sebuah seni hiburan semata. Begitu juga dengan salah satu siswi yang kami tanyai mengenai tradisi ini, dia mengungkapakan kekaguman dan caranya menikmati dalam mempelajari tradisi ini, belum sampai pada tahap mengakar dalam tingkah laku.



























BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


  1. KESIMPULAN

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya pada masyarakat Jawa adalah tradisi karawitan.

Tradisi ni telah lama berkembang di masyarakat Jawa dan menjadi sebuah ciri khas budaya. Di dalamnya kita dapat menemukan nilai-nilai luhur dan bermacam-macam aturan yang harus ada agar tradisi ini da[pat digolongkan dalam seni karawitan. Keberadaan tradisi ini masih dapat dipertahankan karena adanya swadaya masyarakat setempat, baik secara moril maupun materil.

Pandangan masyarakat terhadap tradisi karawitan bermcam-macam, sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka tentang tradisi karawitan. Namun demikian, sebagian besar masyarakat menganggap tradisi ini sebagai sebuah hiburan semata.


  1. SARAN

Keberadaan tradisi karawitan di daerah-daerah kebanyakan dilestarikan oleh orang-orang yang mempelajarinya secara turun temurun tanpa adanya lembaga formal yang menaungi. Dengan adanya fenomena perubahan budaya yang sangat pesat dewasa ini, dikhawatirkan tradisi ini akan tersisihkan dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah untuk melestarikan budaya ini.

Pemerintah yaitu dinas pariwisata dapat menjadikan seni ini sebagai salah satu aset budaya untuk pengembangan potensi daerah. Bekerjasama dengan bidang-bidang lain, misalnya ahli teknologi informasi untuk mempublikaskan keberadaan traidisi ini kepada dunia luar baik di Indonesia sendiri maupun untuk menarik minat wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia.

Selain itu, sebaiknya perlu dilakukan inovasi-inovasi baru dalam tradisi ini. Penggunaan jenis musik yang baru misalnya, selain itu dapat pula dilakukan kolaborasi dengan aliran musik lain yang sedang berkembang dewasa ini. Pemain gamelan sebaiknya juga diambil dari generasi muda yng peduli terhadap keberadaan tradisi karawitan, baik itu laki-laki maupun perempuan. Isi dari tembang-tembang yang ada sebaiknya juga lebih up to date sehingga sesuai dengan perkembangan zaman.




























DAFTAR PUSTAKA


Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Antropologi Sosial Budaya; Suat pengantar. Bandung: Rineka Cipta.

Jatman, Darmanto. 1993. Sekitar Masalah Kebudayaan. Bandung: Penerbit Alumni

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Mulder, Neils. 1992. Agama, Hidup Sehari-hari, dan Perubahan Budaya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Masinambow KMA.1997. Kontjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Sarjono, Agus R. 1999. Pembebasan Budaya-Budaya Kita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Syaifuddin, Ahman Fedyani.2005. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma.

Sujarwa. 1998. Manusia dan Fenomena Budaya, Menuju Perspektif Moralitas Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Swartz, J Marc, dkk. Anthropology: Perspective on Humanity. San Diego: John Wiley&Sons, Inc

Th Sumartana, 1996. Kisah dari Kampung Halaman; Masyarakat Suku, Agama Resmi dan Pembangunan. Yogyakarta: Putaka Pelajar

Yahya. 2009. Reference of Anthopology. Malang